Iklan

,

Menanggapi Krisis Kepercayaan: Upaya Agar Politik Kembali Berorientasi pada Rakyat

Kabar Nusantara
Minggu, 22 Desember 2024, 20.30 WIB Last Updated 2024-12-23T00:00:38Z

Krisis Kepercayaan yang Mendalam

Penulis : Tommy Adhiyaksyah Putra


Kabar Nusantara - Krisis kepercayaan terhadap politik di Indonesia bukanlah hal yang baru, tetapi semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data dari Indikator Politik Indonesia (2023), 67% responden merasa bahwa politisi di tanah air lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Kondisi ini semakin diperparah oleh survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang menunjukkan bahwa 58% pemilih merasa kecewa dengan hasil pemilu yang dinilai tidak membawa perubahan berarti dalam kehidupan mereka.


Lebih jauh, Transparency International dalam Indeks Persepsi Korupsi (2022) mencatat skor Indonesia sebesar 38 dari 100, yang mencerminkan tingginya persepsi tentang korupsi di kalangan pejabat publik dan politisi. Angka ini mengindikasikan bahwa meskipun terdapat upaya untuk memberantas korupsi, sistem politik di Indonesia masih terjerat dalam praktik buruk yang merusak integritas.


Menurut Dr. Rudi Setiawan, seorang pakar politik dari Universitas Indonesia, krisis kepercayaan yang sedang melanda hanya dapat diatasi jika politik kembali berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan hanya untuk pengusaha atau elit politik. "Rakyat harus dilibatkan dalam setiap tahap pengambilan keputusan, bukan hanya saat pemilu," ungkapnya. Pernyataan ini menekankan perlunya reformasi sistem politik untuk menjadikannya lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.


Dr. Setiawan mengusulkan beberapa langkah penting yang perlu segera dilakukan untuk memulihkan kepercayaan publik:

1. Meningkatkan Transparansi dalam Pemerintahan

Transparansi merupakan kunci utama dalam memperbaiki hubungan antara pemerintah dan rakyat. Salah satu bentuk transparansi yang bisa diimplementasikan adalah dengan memberikan akses publik terhadap penggunaan anggaran negara serta proses pengadaan barang dan jasa. Dalam proyek-proyek besar, seperti pembangunan infrastruktur, masyarakat perlu diberikan informasi mengenai anggaran yang digunakan, pelaksanaannya, dan hasil yang dicapai.

Di beberapa negara, seperti Estonia dan Singapura, penerapan sistem digital open data memungkinkan masyarakat mengakses informasi terkait pengeluaran anggaran, yang terbukti meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah.

2. Memperkuat Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan

Partisipasi publik tidak seharusnya hanya terbatas pada saat pemilu. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk memberi masukan dalam kebijakan yang memengaruhi kehidupan mereka. Langkah ini dapat dijalankan melalui forum publik, musyawarah desa, dan konsultasi kebijakan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, termasuk kelompok marginal yang jarang terwakili dalam diskusi politik formal.


“Politik yang tidak melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan hanya akan membuat mereka semakin terasing dari proses politik. Ini adalah krisis yang harus segera diatasi,” tegas Dr. Setiawan. Ia mendorong penerapan demokrasi deliberatif, yang mengutamakan diskusi terbuka, untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.


3. Reformasi Pemilu dan Pengawasan yang Ketat

Penyelenggaraan pemilu yang transparan dan adil harus menjadi prioritas utama. Ini mencakup pengawasan ketat terhadap praktik politik uang, yang kerap dipakai oleh politikus untuk meraih suara dengan cara tidak sah. Reformasi sistem pemilu perlu dilakukan untuk mengurangi pengaruh uang dalam politik, termasuk pengetatan regulasi terkait dana kampanye dan sumber pendanaan yang digunakan dalam pemilu.


Dr. Setiawan juga menekankan perlunya reformasi dalam partai politik. “Partai politik harus berfungsi sebagai wadah untuk menyaring calon pemimpin berkualitas, bukan sekadar tempat kumpul bagi individu dengan kepentingan pribadi. ”


4. Pemberantasan Korupsi yang Lebih Tegas

Korupsi menjadi salah satu masalah utama yang merusak kepercayaan publik terhadap politik. Pada tahun 2023, KPK menangani 12 kasus besar korupsi yang melibatkan pejabat publik, tetapi langkah-langkah tegas perlu diambil untuk memberantasnya secara efektif. Meningkatkan kapasitas dan independensi KPK harus menjadi agenda utama, memastikan lembaga tersebut tidak dipengaruhi oleh kekuatan politik.

Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap politik dapat terpulihkan dan tercipta suatu sistem pemerintahan yang lebih baik serta responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Kesimpulan


Politik seharusnya hadir untuk rakyat. Kepercayaan publik dapat pulih jika ada perubahan nyata dalam praktik politik di Indonesia. Pemerintah perlu memperkuat transparansi, mendorong partisipasi masyarakat, melaksanakan pemilihan umum yang adil dan bebas dari pengaruh politik uang, serta memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Dengan demikian, politik dapat berfungsi kembali sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir elit.


Dengan langkah-langkah yang tepat, kepercayaan masyarakat terhadap politik dapat pulih, dan diharapkan demokrasi yang sehat dapat terwujud. Rakyat perlu merasakan bahwa suara mereka didengar dan dihargai.