![]() |
Gambar Ilustrasi |
Kabar Nusantara - Kemajuan perkembangan teknologi, layanan
financial technology (fintech) atau disebut juga teknologi finansial (tekfin),
beberapa tahun belakangan ini menjadi industri yang tumbuh pesat, tak
terkecuali di Indonesia. Data Statista tahun 2017 menunjukkan nilai transaksi
fintech/tekfin di Indonesia mencapai angka 15 miliar dollar AS. Munculnya
fintech yang antara lain melayani peminjaman uang merupakan fenomena tak
terhindarkan lantaran memberi angin segar bagi masyarakat.
Pinjaman online di aplikasi
bodong tak hanya merenggut pundi-pundi Dona. Perempuan ini juga harus
kehilangan mata pencariannya. Hal ini bermula dari April 2018 lalu, Dona
meminjam sejumlah uang ke salah satu aplikasi fintech peer-to-peer lending.
Namun, dalam beberapa waktu, Dona tak bisa membayar. Ia terus memperpanjang
pinjaman hingga bunga membengkak. Saat itulah, mulai muncul telepon dan pesan
singkat bernada intimidatif kepadanya dari perusahaan pinjaman online tersebut.
Tak hanya itu, petugas penagih pun menghubungi beberapa nomor di kontak telepon
Dona dan memberitahu bahwa ia memiliki utang. "Salah satu aplikasi online
ini menghubungi atasan saya berturut-turut setiap malam. Saya lalu
ditegur," kata Dona di kantor LBH Jakarta, Senin (4/2/2019). Dona dianggap
memasang nama bosnya sebagai jaminan. Akhirnya Dona dipecat dari pekerjaannya.
Setelah itu, Dona mengadu ke Otoritas Jasa Keuangan, namun tak kunjung mendapat
respon. Ia kemudian mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan menjadi
pelapor pertama masalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan perusahaan
pinjol itu. "Mereka SMS ke beberapa orang di kontak saya. Kita dibikin
malu," kata Dona. Dona merasa regulator, khususnya, tak memperlakukan adil
para korban ojol ilegal. Sikapnya cenderung abai meski banyak laporan yang
masuk. Hingga kini, LBH menerima lebih dari 1.000 pengaduan. Padahal, kata
Dona, OJK memegang peranan penting untuk mrngatur perusahaan-perusahaan
tersebut. "Saya pernah datang ke kantor perusahaan fintech itu. Kantornya
enggak jelas karena virtual office. Kenapa OJK memperbolehkan virtual
office," kata Dona. "Kalau OJK tidak mengatur sebaik-baiknya,
asosiasi apapun tidak bisa bergerak," kata dia.