Kabar Nusantara - Surakarta, 28 Oktober 2024 — Dalam rangka memperingati Hari
Santri Nasional 2024, Jam’iyyah Qurra wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQH NU)
Surakarta menyelenggarakan rangkaian kegiatan religius dan edukatif, yakni
Semaan Al-Qur'an, Semaan Qiro'at Sab'ah, serta Bedah Kitab Fadhoilul
Qur'an, bertempat di beberapa lokasi strategis di Surakarta. Acara
ini dihadiri oleh kalangan luas, mulai dari santri, pengasuh pondok pesantren,
perwakilan organisasi masyarakat (ormas), mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi, tokoh agama, hingga masyarakat umum yang antusias merayakan momentum
keagamaan ini.
Acara ke 1 : Ahad, 27
Oktober 2024: Semaan Al-Qur'an 30 Juz di MA Al-Muayyad
Rangkaian acara dimulai pada Ahad, 27 Oktober 2024, di Aula
Tahfidz MA Al-Muayyad, di mana kegiatan Semaan Al-Qur'an 30 juz dilaksanakan.
Acara ini dipimpin oleh Ketua JQH NU Surakarta, KH. Agus Himawan, S.Ag., yang
turut melibatkan hufadz atau penghafal Al-Qur’an dari seluruh Surakarta.
Tradisi Semaan di kalangan pesantren NU di Indonesia merupakan
tradisi unik dan berakar kuat dalam pendidikan keislaman. Semaan bukan sekadar
ajang membaca, tetapi lebih kepada proses penghayatan dan pemaknaan terhadap
ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kegiatan ini juga merupakan bentuk ikhtiar untuk
menyebarkan syiar Islam yang rahmatan lil alamin di masyarakat, yang bertujuan
untuk meningkatkan spiritualitas umat Islam secara komunal.
Acara ke 2 : Senin, 28
Oktober 2024: Puncak Peringatan Hari Santri dengan Bedah Kitab Fadhoilul Qur'an
Pada hari puncak peringatan, Senin, 28 Oktober 2024, acara Bedah
Kitab Fadhoilul
Qur'an karya Syekh Muhammad bin Sulaiman digelar di Aula Yayasan
Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah. Acara dimulai dengan peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW yang dipimpin oleh Tim Rebana Al Muhibbin Surakarta, dan kemudian
diiringi dengan pembacaan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Ya Alal
Wathon oleh Ust. Sabilun Na'im, menambah kesakralan acara tersebut.
Ust. Sabilun Na’im menekankan bahwa pembacaan Indonesia Raya dan Ya Alal
Wathon adalah simbol kecintaan santri terhadap bangsa dan negara. “Kami
berharap santri dapat menjadi generasi yang tidak hanya mencintai Al-Qur'an
tetapi juga memiliki semangat kebangsaan yang kuat. Cinta tanah air merupakan
bagian dari iman, dan semangat kebangsaan ini adalah warisan dari para ulama
terdahulu,” ungkap Ust. Sabilun Na’im.
Selanjutnya, acara disusul dengan pembacaan Al-Qur'an menggunakan
metode Qiro'at Sab'ah dan Asyaroh oleh Ust. Ahmad Mukhibullah. Dalam sambutan
yang disampaikan oleh Ketua Panitia, Ust. Hadziq, dan perwakilan Yayasan
Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah, Kyai Ahmad Wassim Fahruddin, S.T., kedua
tokoh tersebut menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai upaya untuk
mengokohkan nilai-nilai keilmuan dan membangun kebersamaan antarpondok
pesantren di Surakarta. Kyai Ahmad Wassim Fahruddin menyampaikan, “Kami berharap
acara ini dapat menguatkan nilai keilmuan Al-Qur'an yang tersimpan di pondok
pesantren. Santri harus siap menjadi pelita ilmu di masyarakat, yang mampu
menghidupkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”
KH. Agus Himawan, Ketua JQH NU Surakarta, memberikan sambutan
hangat dan penuh semangat saat membuka acara puncak Bedah Kitab dan Mudarosah
Qiro'ah Sab'ah, yang diselenggarakan dengan standar Kitab Faidhul
Barokah karya Syekh Arwani Amin Kudus. Dalam sambutannya, KH. Agus
Himawan menyampaikan doa dan harapannya untuk para santri yang hadir, “Semoga
kalian semua kelak menjadi ulama yang berakhlak mulia dan tetap menjadi orang
baik di mana pun berada.” Beliau juga berbagi pengalaman pribadi mengenai pembelajaran Kitab
Faidhul
Barokah yang pernah ia ajarkan di Masjid Rahayu saat bulan
Ramadhan. “Saya merasa bangga melihat banyaknya santri yang antusias dalam
belajar, seperti yang ada di hadapan saya ini. Lebih lagi, mereka menggunakan
metode Utawi
Iki Iku,” ujar KH. Agus Himawan. Ia menjelaskan bahwa metode
tersebut mempermudah santri dalam memahami dan membaca Kitab Kuning, terutama
bagi pemula. Dalam pengalamannya, ketika masih mondok di Pesantren Jagasatru,
KH. Agus Himawan juga menggunakan metode Utawi Iki Iku di bawah bimbingan Habib Muhammad bin
Yahya. Ia juga mengingatkan dawuh dari KH. Maimun Zubair yang berpesan,
“Pesantren jangan sampai meninggalkan Utawi Iki Iku, karena metode ini telah terbukti
mempermudah santri dalam menyerap ilmu dari Kitab Kuning.” Dengan penuh
kebanggaan dan rasa syukur, KH. Agus Himawan menyampaikan apresiasinya kepada
para santri yang hadir, berharap agar mereka terus semangat dalam menuntut ilmu
dan menjaga nilai-nilai keislaman yang diwariskan para ulama terdahulu.
Acara dilanjutkan dengan Bedah Kitab Fadhoilul
Qur'an menjadi momen yang dinantikan. Kitab ini dikaji secara
mendalam oleh Gus Muhammad Isa, yang menguraikan keutamaan-keutamaan Al-Qur'an
serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Gus Muhammad Isa menjelaskan
bahwa kitab ini adalah panduan penting untuk memahami bagaimana Al-Qur'an tidak
hanya berfungsi sebagai kitab suci yang dibaca, tetapi juga sebagai sumber
moral dan etika. “Kitab
Fadhoilul Qur'an membahas betapa besar keutamaan Al-Qur'an, yang tak hanya
sebagai bacaan, tetapi juga amalan yang harus diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Mengamalkan Al-Qur'an adalah tugas seumur hidup bagi setiap
muslim, dan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam,” ujar Gus
Muhammad Isa.
Sesi bedah kitab ini semakin hidup dengan pandangan kritis dari
pembanding. Pembanding dalam paparan ini adalah, KH. AM.
Mustain Nasoha dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU Jawa Tengah,
yang menyoroti aspek sosial dan kebangsaan dari kitab ini. Menurutnya, Fadhoilul
Qur'an bukan hanya mengulas keutamaan spiritual Al-Qur'an, tetapi
juga menggambarkan peran sosial Al-Qur'an yang seharusnya menjadi landasan
dalam bermasyarakat dan bernegara. “Al-Qur'an adalah fondasi nilai sosial yang harus kita bangun
dalam interaksi antarindividu. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti
keadilan, kesetaraan, dan kasih sayang, perlu kita bawa ke dalam kehidupan
bermasyarakat. Santri harus mampu menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam
menjalani kehidupan, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi kemajuan
bangsa,” ujar KH. Mustain Nasoha.
Dalam paparan ilmiahnya, KH. AM. Mustain Nasoha dari Lembaga
Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah menekankan
peran penting Al-Qur'an dalam pembentukan nilai sosial, moral, dan kebangsaan.
Beliau menggarisbawahi bahwa Al-Qur'an bukan hanya kitab suci untuk ibadah,
tetapi juga fondasi untuk membangun tatanan sosial yang adil. Mengacu pada Imam
Al-Ghazali dalam Ihya
'Ulum al-Din, KH. Mustain menyatakan bahwa setiap ayat Al-Qur'an
mengandung hikmah yang mendidik umat menjadi masyarakat beradab, dengan
Al-Ghazali menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk menuju akhlak yang luhur.
Lebih lanjut, KH. Mustain menyoroti pentingnya pemahaman mendalam
terhadap Al-Qur'an, khususnya bagi santri sebagai calon pemimpin yang dapat
menjadi teladan dalam moral dan integritas. Ia juga membahas pandangan Imam
Al-Baidhawi dalam Anwar
at-Tanzil, yang menyatakan bahwa Al-Qur'an memberi tuntunan
komprehensif untuk ibadah dan muamalah. Menurut Al-Baidhawi, Al-Qur'an
berfungsi memperbaiki perilaku manusia demi menciptakan masyarakat harmonis. Di
akhir paparannya, KH. Mustain mengajak hadirin merenungkan kemuliaan Al-Qur'an
yang terletak pada pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengutip Syekh
Muhammad bin Sulaiman, penulis Fadhoilul Qur'an, yang menyatakan bahwa keutamaan
Al-Qur'an tampak pada mereka yang mengamalkannya dengan ikhlas. KH. Mustain
menyimpulkan bahwa kitab ini adalah pedoman praktis bagi umat Islam, tidak
hanya untuk ibadah tetapi juga dalam kehidupan sosial. Paparan beliau mendapat
apresiasi dari hadirin, yang terlibat dalam diskusi tentang pentingnya
menghayati nilai-nilai Qur’ani untuk memperkuat karakter bangsa dan menjaga
persatuan dalam kebhinekaan. KH. AM. Mustain Nasoha dari LPBH NU Jawa Tengah memberikan masukan
agar Kitab Fadhoilul
Qur'an relevan dengan konteks kekinian, menekankan bahwa pemahaman
Al-Qur'an harus merambah aspek sosial, moral, dan kemasyarakatan. Beliau
mengutip Imam Jalaluddin as-Suyuti dalam al-Itqan fi Ulum al-Quran, yang menyarankan bahwa
pengajaran Al-Qur'an perlu merespons perkembangan zaman untuk mencakup isu
sosial dan kemanusiaan kontemporer.
Selain itu, KH. Mustain mengutip Imam Fakhruddin al-Razi di Kitab Mafatih
al-Ghayb yang menggarisbawahi pendekatan multidisipliner dalam
memahami Al-Qur'an untuk menyelesaikan persoalan masyarakat. Sebagai penutup,
KH. Mustain menekankan agar Fadhoilul Qur'an dapat menjadi pedoman moral bagi
santri, sesuai pandangan al-Qurtubi bahwa Al-Qur'an adalah sumber akhlak sebagaimana
kata Imam al-Qurtubi di Kitab Al-Jami’ li Ahkam al-Qur'an sehingga mereka dapat
berkontribusi positif bagi masyarakat.
Sedianya aka nada pembanding ke 2, akan
tetapi karena KH. Moh. Zainal Abidin ada halangan maka beliau tidak bisa hadir.
Setelah Acara diadakan Mudarosah Qiroah Sab’ah yang dipimpin langsung oleh KH.
AM. Mustain Nasoha.
Serangkaian kegiatan ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat,
termasuk tokoh agama, pengasuh pondok pesantren, perwakilan organisasi
masyarakat, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dan masyarakat umum.
Diskusi interaktif antara peserta dan pembicara menambah semangat dan nilai
edukatif dari peringatan Hari Santri Nasional ini, yang dirayakan dengan penuh
khidmat dan kebersamaan. Melalui kegiatan yang penuh nilai ini, JQH NU
Surakarta berharap dapat menginspirasi para generasi muda, khususnya para
santri, untuk terus mendalami ilmu Al-Qur'an dan menjaga nilai-nilai keislaman
dalam kehidupan sehari-hari.
Peringatan Hari Santri Nasional ini diharapkan menjadi momentum bagi para santri untuk semakin menghayati peran mereka dalam berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa. Di tengah tantangan globalisasi, semangat santri untuk mengamalkan ajaran Al-Qur'an menjadi penting sebagai pilar moral yang kokoh dalam menghadapi perubahan zaman.