Iklan

,

JQH NU Surakarta Rayakan Hari Santri Nasional 2024 dengan Semaan Al-Qur'an, Mudarosah Qiro'at Sab'ah, dan Bedah Kitab Fadhoilul Qur'an

Kabar Nusantara
Selasa, 29 Oktober 2024, 14.06 WIB Last Updated 2024-10-29T07:19:07Z


Kabar Nusantara - Surakarta, 28 Oktober 2024 — Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2024, Jam’iyyah Qurra wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQH NU) Surakarta menyelenggarakan rangkaian kegiatan religius dan edukatif, yakni Semaan Al-Qur'an, Semaan Qiro'at Sab'ah, serta Bedah Kitab Fadhoilul Qur'an, bertempat di beberapa lokasi strategis di Surakarta. Acara ini dihadiri oleh kalangan luas, mulai dari santri, pengasuh pondok pesantren, perwakilan organisasi masyarakat (ormas), mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, tokoh agama, hingga masyarakat umum yang antusias merayakan momentum keagamaan ini.


Acara ke 1 : Ahad, 27 Oktober 2024: Semaan Al-Qur'an 30 Juz di MA Al-Muayyad

Rangkaian acara dimulai pada Ahad, 27 Oktober 2024, di Aula Tahfidz MA Al-Muayyad, di mana kegiatan Semaan Al-Qur'an 30 juz dilaksanakan. Acara ini dipimpin oleh Ketua JQH NU Surakarta, KH. Agus Himawan, S.Ag., yang turut melibatkan hufadz atau penghafal Al-Qur’an dari seluruh Surakarta.

Tradisi Semaan di kalangan pesantren NU di Indonesia merupakan tradisi unik dan berakar kuat dalam pendidikan keislaman. Semaan bukan sekadar ajang membaca, tetapi lebih kepada proses penghayatan dan pemaknaan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kegiatan ini juga merupakan bentuk ikhtiar untuk menyebarkan syiar Islam yang rahmatan lil alamin di masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas umat Islam secara komunal.


Acara ke 2 : Senin, 28 Oktober 2024: Puncak Peringatan Hari Santri dengan Bedah Kitab Fadhoilul Qur'an

Pada hari puncak peringatan, Senin, 28 Oktober 2024, acara Bedah Kitab Fadhoilul Qur'an karya Syekh Muhammad bin Sulaiman digelar di Aula Yayasan Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah. Acara dimulai dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dipimpin oleh Tim Rebana Al Muhibbin Surakarta, dan kemudian diiringi dengan pembacaan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Ya Alal Wathon oleh Ust. Sabilun Na'im, menambah kesakralan acara tersebut. Ust. Sabilun Na’im menekankan bahwa pembacaan Indonesia Raya dan Ya Alal Wathon adalah simbol kecintaan santri terhadap bangsa dan negara. “Kami berharap santri dapat menjadi generasi yang tidak hanya mencintai Al-Qur'an tetapi juga memiliki semangat kebangsaan yang kuat. Cinta tanah air merupakan bagian dari iman, dan semangat kebangsaan ini adalah warisan dari para ulama terdahulu,” ungkap Ust. Sabilun Na’im.


Selanjutnya, acara disusul dengan pembacaan Al-Qur'an menggunakan metode Qiro'at Sab'ah dan Asyaroh oleh Ust. Ahmad Mukhibullah. Dalam sambutan yang disampaikan oleh Ketua Panitia, Ust. Hadziq, dan perwakilan Yayasan Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah, Kyai Ahmad Wassim Fahruddin, S.T., kedua tokoh tersebut menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai upaya untuk mengokohkan nilai-nilai keilmuan dan membangun kebersamaan antarpondok pesantren di Surakarta. Kyai Ahmad Wassim Fahruddin menyampaikan, “Kami berharap acara ini dapat menguatkan nilai keilmuan Al-Qur'an yang tersimpan di pondok pesantren. Santri harus siap menjadi pelita ilmu di masyarakat, yang mampu menghidupkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”


KH. Agus Himawan, Ketua JQH NU Surakarta, memberikan sambutan hangat dan penuh semangat saat membuka acara puncak Bedah Kitab dan Mudarosah Qiro'ah Sab'ah, yang diselenggarakan dengan standar Kitab Faidhul Barokah karya Syekh Arwani Amin Kudus. Dalam sambutannya, KH. Agus Himawan menyampaikan doa dan harapannya untuk para santri yang hadir, “Semoga kalian semua kelak menjadi ulama yang berakhlak mulia dan tetap menjadi orang baik di mana pun berada.” Beliau juga berbagi pengalaman pribadi mengenai pembelajaran Kitab Faidhul Barokah yang pernah ia ajarkan di Masjid Rahayu saat bulan Ramadhan. “Saya merasa bangga melihat banyaknya santri yang antusias dalam belajar, seperti yang ada di hadapan saya ini. Lebih lagi, mereka menggunakan metode Utawi Iki Iku,” ujar KH. Agus Himawan. Ia menjelaskan bahwa metode tersebut mempermudah santri dalam memahami dan membaca Kitab Kuning, terutama bagi pemula. Dalam pengalamannya, ketika masih mondok di Pesantren Jagasatru, KH. Agus Himawan juga menggunakan metode Utawi Iki Iku di bawah bimbingan Habib Muhammad bin Yahya. Ia juga mengingatkan dawuh dari KH. Maimun Zubair yang berpesan, “Pesantren jangan sampai meninggalkan Utawi Iki Iku, karena metode ini telah terbukti mempermudah santri dalam menyerap ilmu dari Kitab Kuning.” Dengan penuh kebanggaan dan rasa syukur, KH. Agus Himawan menyampaikan apresiasinya kepada para santri yang hadir, berharap agar mereka terus semangat dalam menuntut ilmu dan menjaga nilai-nilai keislaman yang diwariskan para ulama terdahulu.


Acara dilanjutkan dengan Bedah Kitab Fadhoilul Qur'an menjadi momen yang dinantikan. Kitab ini dikaji secara mendalam oleh Gus Muhammad Isa, yang menguraikan keutamaan-keutamaan Al-Qur'an serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Gus Muhammad Isa menjelaskan bahwa kitab ini adalah panduan penting untuk memahami bagaimana Al-Qur'an tidak hanya berfungsi sebagai kitab suci yang dibaca, tetapi juga sebagai sumber moral dan etika. “Kitab Fadhoilul Qur'an membahas betapa besar keutamaan Al-Qur'an, yang tak hanya sebagai bacaan, tetapi juga amalan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengamalkan Al-Qur'an adalah tugas seumur hidup bagi setiap muslim, dan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam,” ujar Gus Muhammad Isa.


Sesi bedah kitab ini semakin hidup dengan pandangan kritis dari pembanding. Pembanding dalam paparan ini adalah, KH. AM. Mustain Nasoha dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU Jawa Tengah, yang menyoroti aspek sosial dan kebangsaan dari kitab ini. Menurutnya, Fadhoilul Qur'an bukan hanya mengulas keutamaan spiritual Al-Qur'an, tetapi juga menggambarkan peran sosial Al-Qur'an yang seharusnya menjadi landasan dalam bermasyarakat dan bernegara. “Al-Qur'an adalah fondasi nilai sosial yang harus kita bangun dalam interaksi antarindividu. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti keadilan, kesetaraan, dan kasih sayang, perlu kita bawa ke dalam kehidupan bermasyarakat. Santri harus mampu menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi kemajuan bangsa,” ujar KH. Mustain Nasoha.


Dalam paparan ilmiahnya, KH. AM. Mustain Nasoha dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah menekankan peran penting Al-Qur'an dalam pembentukan nilai sosial, moral, dan kebangsaan. Beliau menggarisbawahi bahwa Al-Qur'an bukan hanya kitab suci untuk ibadah, tetapi juga fondasi untuk membangun tatanan sosial yang adil. Mengacu pada Imam Al-Ghazali dalam Ihya 'Ulum al-Din, KH. Mustain menyatakan bahwa setiap ayat Al-Qur'an mengandung hikmah yang mendidik umat menjadi masyarakat beradab, dengan Al-Ghazali menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk menuju akhlak yang luhur.


Lebih lanjut, KH. Mustain menyoroti pentingnya pemahaman mendalam terhadap Al-Qur'an, khususnya bagi santri sebagai calon pemimpin yang dapat menjadi teladan dalam moral dan integritas. Ia juga membahas pandangan Imam Al-Baidhawi dalam Anwar at-Tanzil, yang menyatakan bahwa Al-Qur'an memberi tuntunan komprehensif untuk ibadah dan muamalah. Menurut Al-Baidhawi, Al-Qur'an berfungsi memperbaiki perilaku manusia demi menciptakan masyarakat harmonis. Di akhir paparannya, KH. Mustain mengajak hadirin merenungkan kemuliaan Al-Qur'an yang terletak pada pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengutip Syekh Muhammad bin Sulaiman, penulis Fadhoilul Qur'an, yang menyatakan bahwa keutamaan Al-Qur'an tampak pada mereka yang mengamalkannya dengan ikhlas. KH. Mustain menyimpulkan bahwa kitab ini adalah pedoman praktis bagi umat Islam, tidak hanya untuk ibadah tetapi juga dalam kehidupan sosial. Paparan beliau mendapat apresiasi dari hadirin, yang terlibat dalam diskusi tentang pentingnya menghayati nilai-nilai Qur’ani untuk memperkuat karakter bangsa dan menjaga persatuan dalam kebhinekaan. KH. AM. Mustain Nasoha dari LPBH NU Jawa Tengah memberikan masukan agar Kitab Fadhoilul Qur'an relevan dengan konteks kekinian, menekankan bahwa pemahaman Al-Qur'an harus merambah aspek sosial, moral, dan kemasyarakatan. Beliau mengutip Imam Jalaluddin as-Suyuti dalam al-Itqan fi Ulum al-Quran, yang menyarankan bahwa pengajaran Al-Qur'an perlu merespons perkembangan zaman untuk mencakup isu sosial dan kemanusiaan kontemporer.


Selain itu, KH. Mustain mengutip Imam Fakhruddin al-Razi di Kitab Mafatih al-Ghayb yang menggarisbawahi pendekatan multidisipliner dalam memahami Al-Qur'an untuk menyelesaikan persoalan masyarakat. Sebagai penutup, KH. Mustain menekankan agar Fadhoilul Qur'an dapat menjadi pedoman moral bagi santri, sesuai pandangan al-Qurtubi bahwa Al-Qur'an adalah sumber akhlak sebagaimana kata Imam al-Qurtubi di Kitab Al-Jami’ li Ahkam al-Qur'an sehingga mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.


Sedianya aka nada pembanding ke 2, akan tetapi karena KH. Moh. Zainal Abidin ada halangan maka beliau tidak bisa hadir. Setelah Acara diadakan Mudarosah Qiroah Sab’ah yang dipimpin langsung oleh KH. AM. Mustain Nasoha.

Serangkaian kegiatan ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, pengasuh pondok pesantren, perwakilan organisasi masyarakat, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dan masyarakat umum. Diskusi interaktif antara peserta dan pembicara menambah semangat dan nilai edukatif dari peringatan Hari Santri Nasional ini, yang dirayakan dengan penuh khidmat dan kebersamaan. Melalui kegiatan yang penuh nilai ini, JQH NU Surakarta berharap dapat menginspirasi para generasi muda, khususnya para santri, untuk terus mendalami ilmu Al-Qur'an dan menjaga nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.


Peringatan Hari Santri Nasional ini diharapkan menjadi momentum bagi para santri untuk semakin menghayati peran mereka dalam berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa. Di tengah tantangan globalisasi, semangat santri untuk mengamalkan ajaran Al-Qur'an menjadi penting sebagai pilar moral yang kokoh dalam menghadapi perubahan zaman.