Kabar Nusantara - Tokyo, 22 November 2025 – Di tengah keterbatasan sinyal dan listrik yang tak menentu di Kepulauan Aru, Maluku, seorang mahasiswa doktoral dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) membuktikan bahwa inovasi dalam pendidikan tetap bisa tumbuh. Ahmad Zaki Munibi, mahasiswa Program Doktor Linguistik Terapan sekaligus penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), tampil membawakan hasil penelitiannya dalam The 9th International Conference on Education and E-Learning (ICEEL 2025) yang digelar di Tokyo, Jepang.
Konferensi bergengsi ini mengusung tema “AI-Powered Learning: Transforming Education in the Digital Age”, membahas bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai mengubah wajah pendidikan global. Ketua panitia lokal sekaligus pembawa acara konferensi ini, Prof. Hywel Evans, mengatakan bahwa ICEEL 2025 didukung oleh sejumlah universitas ternama seperti Otsuma Women’s University, Takushoku University, dan Tokyo Healthcare University dari Jepang, serta mendapat dukungan tambahan dari Polytechnic Institute of Cávado and Ave (Portugal), Yamagata University (Jepang), dan University of Malaya (Malaysia). “Tahun ini, program konferensi mencakup enam pidato kunci dari akademisi internasional, sebelas sesi undangan oleh para ahli, serta puluhan sesi presentasi lisan, poster, dan daring yang menjadi wadah pertukaran gagasan lintas disiplin,” Evans menambahkan.
Dalam presentasinya, Zaki membawa cerita dari wilayah terpencil Indonesia yang jarang tersorot. Ia mengungkap bagaimana para guru di Aru mulai menggunakan aplikasi seperti Duolingo, ChatGPT, Gemini AI, hingga Canva AI untuk membantu siswa memahami teks bacaan Bahasa Inggris secara lebih personal. Meski dengan akses internet yang hanya tersedia 2–4 jam sehari dari genset komunitas, guru dan siswa tetap berupaya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas belajar. “AI membantu guru menyesuaikan materi, sementara siswa menjadi lebih percaya diri karena belajar terasa sesuai kemampuan mereka,” ungkap Zaki.
Namun, perjalanan ini tidak tanpa hambatan. Terbatasnya perangkat, jaringan internet yang lemah, dan listrik yang tak stabil masih menjadi penghalang utama di lapangan. Meski begitu, baik guru maupun siswa menunjukkan semangat luar biasa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa AI bisa menjadi jembatan untuk menutup kesenjangan literasi asalkan didukung oleh perbaikan infrastruktur dan pelatihan berkelanjutan.
Zaki juga menyampaikan apresiasi atas dukungan penuh dari Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), Pusat Pembiayaan dan Asesmen Pendidikan Tinggi (PPAPT Kemdiktisaintek), serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). “Tanpa dukungan mereka, riset ini mungkin tak akan selesai, apalagi bisa saya hadirkan di panggung internasional seperti ICEEL 2025,” tuturnya menutup presentasi yang disambut antusiasme para peserta dari berbagai negara.

