Menghindari Penyimpangan Budaya pada Praktik Keagamaan, Diskusi Mahasiswa UPN "Veteran" Jawa Timur dengan Kepala Sekolah SMP Al Falah Ketintang
Kabar Nusantara - Di tengah praktik keberagamaan masyarakat, ajaran agama kerap bercampur dengan tradisi budaya yang tidak seluruhnya selaras dengan nilai-nilai substansial agama. Kebiasaan tersebut sering diterima tanpa sikap kritis dan berpotensi diwariskan sebagai kebenaran kepada generasi muda. Kondisi ini menuntut peran pendidikan untuk meluruskan pemahaman, agar agama dipahami secara rasional dan proporsional.
Berangkat dari hal tersebut, mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur menginisiasi diskusi bersama kepala sekolah sebagai ruang dialog mengenai modernisasi beragama, khususnya dalam memisahkan ajaran agama dari budaya yang tidak tepat. Perkembangan teknologi dimanfaatkan sebagai sarana pendukung untuk memperkuat literasi dan pemahaman keagamaan yang lebih kritis dan kontekstual.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan di SMP Al Falah Ketintang Surabaya, yang berlokasi di Jl. Ketintang Madya No. 81, Surabaya, pada Jumat 12 Desember 2025. Program ini merupakan bagian dari project-based learning mata kuliah Pendidikan Agama Islam kelas G746 yang dibimbing oleh Rohmatul Faizah, S.Pd.I., M.Pd.I. Kegiatan ini diarahkan pada upaya meluruskan pemahaman keagamaan, khususnya dalam membedakan ajaran agama dengan praktik budaya yang tidak selaras, melalui diskusi bersama pihak sekolah. Pendekatan ini diharapkan mampu menanamkan cara pandang beragama yang rasional dan kontekstual, dengan dukungan pemanfaatan teknologi sebagai sarana literasi dan penguatan pemahaman keagamaan.
![]() |
| Dialog Mahasiswa UPN "Veteran" Jawa Timur dan Kepala Sekolah SMP Al Falah Ketintang Surabaya Membahas Pemisahan Ajaran Agama dari Praktik Budaya. |
Dalam penyuluhan ini, kelompok mahasiswa memulai kegiatan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan terbuka dan mendengarkan pandangan kepala sekolah terkait praktik keberagamaan di lingkungan pendidikan. Diskusi difokuskan pada fenomena budaya-budaya yang selama ini kerap dilekatkan pada ajaran agama, padahal tidak seluruhnya memiliki dasar yang sejalan dengan nilai-nilai substansial agama. Kepala sekolah menekankan pentingnya sikap kritis dan bijak dalam menyikapi tradisi tersebut, agar tidak diwariskan kepada peserta didik sebagai kebenaran absolut. Selain itu, teknologi dibahas sebagai sarana pendukung dalam mendorong modernisasi beragama, terutama untuk memperluas literasi keagamaan yang rasional, kontekstual, dan mampu meluruskan pemahaman budaya yang menyimpang.
Dari dialog tukar pertanyaan serta pendapat tersebut, mahasiswa memperoleh gambaran bahwa kepala sekolah memiliki pandangan yang terbuka terhadap modernisasi beragama. Ia menegaskan bahwa tidak semua budaya dapat dibenarkan hanya karena telah lama dipraktikkan. Meskipun dikenal sebagai bagian dari generasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, kepala sekolah menekankan pentingnya sikap selektif dan rasional dalam menempatkan budaya agar tidak bertentangan dengan ajaran agama. Bagi pihak sekolah, agama harus dipahami secara substansial, bukan sekadar diwariskan melalui kebiasaan yang belum tentu relevan dengan konteks pendidikan dan perkembangan zaman.
Dalam konteks pemanfaatan teknologi, diskusi ringan yang berkembang menunjukkan bagaimana sekolah menerapkan sistem kedisiplinan berbasis nilai keagamaan. Sekolah memberlakukan aturan presensi ibadah melalui grup digital, di mana siswa laki-laki diwajibkan mengirimkan foto sebagai bukti kehadiran salat Subuh di masjid, sementara siswa perempuan tidak diwajibkan ke masjid namun tetap melakukan presensi setelah melaksanakan salat. Kebijakan ini dimaksudkan bukan semata-mata sebagai kontrol, melainkan sebagai upaya menumbuhkan kedisiplinan, kebiasaan bangun pagi, serta penguatan iman peserta didik melalui pendekatan yang kontekstual dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Kegiatan ini menjadi wujud nyata kontribusi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur dalam menjembatani nilai-nilai akademik dengan kebutuhan masyarakat. Melalui dialog bersama kepala sekolah SMP Al Falah Ketintang Surabaya, mahasiswa tidak hanya membawa gagasan moderasi dan pelurusan budaya dalam praktik keagamaan, tetapi juga memperkuat peran kampus sebagai agen perubahan sosial. Upaya ini menegaskan bahwa keberadaan mahasiswa di tengah masyarakat memiliki nilai kebermanfaatan yang konkret, kontekstual, dan berkelanjutan.


