Kabar Nusantara - Pendidikan dan pekerjaan layak merupakan dua fondasi utama dalam pembangunan Sumber Daya Manusia. Dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs), kedua hal tersebut diformulasikan secara eksplisit melalui SDG 4 tentang pendidikan berkualitas dan SDG 8 mengenai pekerjaan layak serta pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara dengan bonus demografi yang masih berlangsung, Indonesia menghadapi tantangan yang berat untuk memastikan bahwa pendidikan yang disediakan benar-benar mampu menjawab kebutuhan dunia kerja. Tanpa keterkaitan yang kuat antara pendidikan dan lapangan pekerjaan, dan bonus demografi bahkan berpotensi berubah menjadi beban sosial.
Secara nasional, capaian Indonesia pada SDG 4 menunjukkan kemajuan dari sisi akses pendidikan, namun masih menghadapi masalah kualitas dan relevansi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berulang kali menegaskan bahwa pendidikan vokasional harus diperkuat agar lulusan memiliki keterampilan praktis, adaptif, dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini penting mengingat data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada 2024 berada di kisaran 4,9%, dengan proporsi pengangguran relatif tinggi berasal dari lulusan pendidikan menengah dan vokasional. Di sisi lain, rasio penduduk bekerja terhadap usia kerja (Employment to Population Ratio) berada di sekitar 67%, menandakan masih adanya potensi tenaga kerja produktif yang belum sepenuhnya terserap secara optimal.
Kondisi ini berkaitan erat dengan SDG 8, walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil, tantangan utama terletak pada kualitas pekerjaan. Banyak pekerja masih berada di sektor informal dengan pendapatan rendah dan perlindungan sosial yang minim. Pemerintah menekankan bahwa penciptaan pekerjaan layak tidak bisa dilepaskan dari peningkatan keterampilan tenaga kerja, terutama melalui pendidikan vokasional dan pelatihan berbasis kebutuhan pasar. Namun, metode yang terlalu terpusat dan sama rata sering kali kurang efektif untuk menjangkau kebutuhan spesifik pada daerah.
Dalam konteks inilah SELAPANAN (Sekolah Lapangan Pertanian dan Perikanan Berkelanjutan) di Kota Madiun menjadi contoh praktik baik pendidikan vokasional berbasis komunitas. Berbeda dengan model pendidikan konvensional, SELAPANAN menempatkan masyarakat sebagai subjek pembelajaran, dengan proses belajar tidak hanya berlangsung di ruang kelas, tetapi juga di lahan pertanian, kolam perikanan, dan ruang-ruang sosial tempat pengetahuan lokal hidup dan berkembang. Pendekatan ini sejalan dengan motivasi SDG 4 yang menekankan pembelajaran seumur hidup, inklusivitas, dan relevansi.
Urgensi SELAPANAN bagi warga Madiun terasa nyata, karena wilayah ini memiliki fondasi ekonomi yang kuat di sektor pertanian dan perikanan rakyat, namun sektor tersebut sering menghadapi tantangan produktivitas, regenerasi pelaku usaha, serta rendahnya nilai tambah. Selain itu, banyak generasi muda enggan terjun ke sektor ini karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. SELAPANAN hadir untuk memutus stigma tersebut dengan menawarkan keterampilan praktis, inovasi berkelanjutan, dan perspektif kewirausahaan. Pendidikan tidak lagi dipandang sebagai jalan keluar dari sektor pertanian dan perikanan, melainkan sebagai alat untuk mentransformasikannya.
Dari sisi dampak, kontribusi SELAPANAN terhadap SDG 8 terlihat pada penciptaan peluang kerja layak berbasis lokal. Masyarakat yang mengikuti program ini tidak hanya dibekali kemampuan teknis budidaya, tetapi juga pengetahuan tentang efisiensi produksi, pengelolaan usaha, dan keberlanjutan lingkungan. Hal ini memungkinkan masyarakat meningkatkan pendapatan tanpa harus meninggalkan daerahnya. Dalam jangka panjang, pendekatan ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Contoh dampak positif yang dirasakan masyarakat Madiun antara lain meningkatnya keterampilan budidaya ikan yang ramah lingkungan, pengelolaan hasil pertanian yang lebih efisien, serta berkembangnya usaha mikro berbasis pengolahan hasil lokal. Beberapa peserta mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi warga sekitar, sementara yang lain memperoleh peningkatan pendapatan rumah tangga yang signifikan. Selain dampak ekonomi, SELAPANAN juga memperkuat solidaritas sosial dan kepercayaan diri masyarakat, terutama generasi muda, untuk melihat masa depan di sektor lokalnya sendiri.
Pada akhirnya, pengalaman SELAPANAN menunjukkan bahwa pencapaian SDG 4 dan SDG 8 tidak selalu bergantung pada kebijakan besar berskala nasional. Inisiatif lokal berbasis komunitas justru memiliki daya jangkau yang lebih dekat dengan realitas masyarakat. Ketika pendidikan vokasional dirancang secara kontekstual dan manusiawi, ia tidak hanya mencetak tenaga kerja, tetapi juga membangun martabat, kemandirian, dan harapan. Dari Kota Madiun, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan berkualitas dan pekerjaan layak dapat tumbuh dari akar rumput dan menjadikan tujuan global lebih nyata juga bermakna bagi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Penulis : Dina Ilfi Diyanati