Iklan

,

Yasonna Akan Batasi 14 Pasal Saja dalam Revisi KUHP

Kabar Nusantara
Kamis, 14 November 2019, 12.32 WIB Last Updated 2019-11-14T05:33:54Z

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan kepada pihaknya memberikan kesempatan untuk mengkaji ulang secara terbatas revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tertunda pada masa sidang DPR RI periode 2014-2019. Walaupun begitu, Yasonna membatasi pengkajian ulang sejumlah empat belas pasal. Sebab sudah terlalu banyak waktu dan anggaran yang dihabiskan untuk pembahasan RKUHP ini. "Iya, kalau kamu suruh buka kembali dan mengulang dari belakang, sampai hari raya kuda tidak akan sampai selesai itu," kata Yasonna kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/11).


Yasonna mengatakan negara sudah terlalu banyak berinvestasi dalam revisi KUHP. Menurutnya pembahasan RKUHP sudah menelan biaya kurang lebih Rp70 miliar hingga saat ini. Kader PDIP itu menilai penundaan pada masa sidang lalu terjadi karena ketidakpahaman masyarakat. Ia mengimbau agar tidak ada lagi kegaduhan seperti kemarin saat pembahasan kembali dimulai. "Kita lihat pembahasan apanya dan kita akan betul-betul, dan kita mintakan masyarakat itu jangan suuzan. Yang dulu itu kan adalah sedikit politiknya, ya kan, bikin ramai-ramai dikit lah, ya kan. Kalau sekarang kan sudah cooling down," ujar Yasonna.


Walaupun begitu, dia mengatakan pihaknya membuka kemungkinan untuk merevisi pasal-pasal yang memicu kontroversi. Namun, dia memastikan pasal yang berhubungan dengan penghinaan presiden tak akan dihapus untuk menjaga martabat kepala negara. Di satu sisi, secara pribadi, Yasonna berharap RKUHP disahkan segera oleh parlemen. Yasonna menargetkan RKUHP akan kembali dibahas pada Januari 2020. "Prolegnas diselesaikan sebelum reses, maka praktisnya Januari dong mulai bicara," ucapnya. Sebelumnya, pembahasan serangkaian rancangan dan revisi undang-undang ditunda DPR pada akhir periode 2014-2019. Beberapa di antaranya revisi KUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, RUU PKS, dan RUU KKS. Penundaan dilakukan setelah aksi unjuk rasa yang dimotori mahasiswa digelar serentak di sejumlah daerah pada September 2019. Bahkan lima orang meninggal dunia dalam rangkaian aksi bertajuk #ReformasiDikorupsi itu (Hanggara).